Menu

Mode Gelap

Nasional · 13 Jun 2024

RI Dalam Masalah! Kantong Warga Seret, PHK di Mana-mana, Rupiah Anjlok


 Foto: Infografis/ Eropa Makin Ngeri, 5 Negara Sudah 'Teriak' Krisis Energi / Aristya Rahadian Perbesar

Foto: Infografis/ Eropa Makin Ngeri, 5 Negara Sudah 'Teriak' Krisis Energi / Aristya Rahadian

ABWNEWS.CO – Perekonomian masyarakat Indonesia tengah dihantam permasalahan bertubi-tubi, mulai dari pemutusan hubungan kerja yang terjadi di banyak tempat, harga bahan pangan yang melonjak, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terus melemah di level atas Rp 16.000.

Berbagai permasalahan itu berpotensi makin menekan daya beli masyarakat karena kantongnya makin kempis. Sebab, pelemahan nilai tukar rupiah itu sendiri bisa membuat barang-barang di dalam negeri makin mahal, seperti barang yang diproduksi di dalam negeri namun bahan bakunya berasal dari impor.

“Baik itu konsumsi maupun produksi yang kita impor untuk bahan baku dan penolong itu akan menjadi lebih mahal, otomatis juga akan menekan dari sisi daya beli masyarakat dan juga daya saing bagi industri,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) M. Faisal, dikutip Rabu (12/6/2024).

Melansir data Refintiiv, pada pembukaan perdagangan pagi ini, Rabu (12/6/2024) mata uang Garuda melemah 0,09% menuju posisi Rp16.300/US$. Depresiasi rupiah ini melanjutkan pelemahan yang sudah terjadi sejak Senin. Artinya, rupiah sudah tiga hari beruntun bergerak di zona merah.

Selain nilai tukar rupiah yang tengah terkapar, beras yang menjadi bahan pangan utama yang dikonsumsi masyarakat harganya juga naik. Pemerintah juga masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan itu, termasuk di dalamnya beras.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) bahkan telah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024. Selain itu, Bapanas juga menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium berdasarkan wilayah.

Adapun bahan pangan yang diimpor tahun ini saat harga rupiah terus terkapar di antaranya impor beras tahun 2024 ini ditetapkan mencapai 4.045.761 ton, impor beras tahun 2024 ini ditetapkan mencapai 4.045.761 ton, dan 830-an ribu impor gula kristal mentah atau GKM untuk memproduksi GKP.

Lalu, impor bawang putih tahun ini ditetapkan sebanyak 665.025 ton, impor daging lembu kuotanya sebanyak 270.352 ton, hingga impor jagung yang volumenya sekitar 1,2 juta ton untuk impor jagung bahan baku dan 750-an ribu ton untuk jagung pakan.

Harga bahan pangan pun masih menyumbang inflasi tinggi di Indonesia. Tercermin dari angka inflasi bahan pangan bergejolak atau volitile food secara tahunan yang di level 8,14% per Mei 2024, jauh di atas angka inflasi umum yang di level 2,84% secara tahunan atau year on year (yoy).

Tingginya inflasi harga pangan bergejolak itu pun jauh di atas kenaikan rata-rata gaji di Indonesia. Mengutip catatan Bank Indonesia kenaikan gaji untuk aparatur sipil negara atau ASN pada periode 2019-2024 hanya sebesar 6,5% dengan catatan untuk periode 2020-2023 tak ada kenaikan gaji ASN. Adapun, kenaikan UMR atau gaji pegawai swasta rata-rata hanya 4,9% pada 2020-2024.

“Artinya pendapatan masyarakat itu enggak akan mendorong katakan kenaikan konsumsi, karena sudah kemakan inflasi pangan itu, jadi enggak cukup,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, masyarakat Indonesia bahkan harus makan tabungannya, tercermin dari data tabungan di Mandiri Spending Index per Mei 2024. Tabungan golongan masyarakat miskin dan kelas menengah terus tertekan saat ini, berkebalikan dengan tabungan orang kaya di Indonesia naik sepanjang tahun ini, meskipun mereka terus belanja.

Indeks tabungan kelas atas pada periode itu naik ke level 109,9 dari Mei 2023 di kisaran 90. Sementara itu, indeks belanjanya terus terjaga di kisaran 100. Per Mei 2024, angka indeksnya di posisi 110, sedangkan pada Mei 2023 juga masih berada pada kisaran 110.

Adapun indeks tabungan kelas menengah turun dari sekitar 100 menjadi hanya 94 dengan indeks belanja di level 122 dari kisaran 129. Indeks tabungan kelas bawah hanya 41,3 dari kisaran 80, sedangkan indeks belanjanya 114,7 dari kisaran 100.

Kelompok bawah dalam Mandiri Spending Index ialah konsumen dengan rata-rata tabungan di bawah Rp 1 juta, kelompok menengah antara Rp 1 juta sampai dengan Rp 10 Juta, dan kelompok atas tabungannya di atas Rp 10 juta.

Sudah pendapatan yang tak mampu menyaingi tekanan inflasi pangan, masyarakat Indonesia pun dihadapi oleh PHK yang makin menghilangkan pendapatannya, terutama di industri tekstil yang terdampak Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mewanti-wanti bahwa Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang baru muncul belakangan ini bisa menjadi pemicu makin tingginya jumlah PHK.

“Sampai Mei 2024, total PHK yang terjadi di industri TPT kurang lebih terdapat 10.800 tenaga kerja yang terkena PHK. Hingga kuartal I-2024 terjadi kenaikan jumlah PHK sebesar 3.600 tenaga kerja atau naik sebesar 66,67%, itu secara year on year/yoy ya,” katanya kepada CNBC Indonesia.

Permasalahan PHK yang mayoritas tengah banyak muncul di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pun sampai mendapat sorotan khusus dari Anggota DPD saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Salah satunya disampaikan oleh Anggota DPD dari daerah pemilihan Jawa Tengah, yakni Casytha Arriwi Kathmandu. Saat itu ia mengatakan, di Jawa Tengah telah terjadi PHK besar-besaran akibat perusahaannya tutup, khususnya di industri tekstil akibat kebijakan relaksasi impor melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang telah diterbitkan sejak 17 Mei 2024.

“Saya ingin beri informasi juga bahwa ada beberapa tekstil tutup di Jawa Tengah di Karanganyar estimasi 1.500 orang sudah kena PHK, di Semarang 8.000 orang di-PHK, terakhir di Pekalongan satu pabrik tekstil sudah 700 di-PHK,” ucap Casytha.

“Ini saya mau tanya sebetulnya arahnya antara peraturan keluar dengan visi Indonesia Emas korelasinya di mana karena pasti tingkat pengangguran di Jawa Tengah naik,” tegasnya.

Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, sinkronasi kebijakan antara kebutuhan untuk menghadapi tekanan eksternal terhadap industri dengan fokus untuk pembangunan ekonomi memang menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah, sebagaimana di negara-negara berkembang lain seperti Brazil dan Meksiko.

Sebab, negara-negara dengan populasi dan wilayah yang besar seperti negara-negara itu kerap pembuatan kebijakannya lebih rumit ketimbang negara-negara berwilayah dan populasi kecil, seperti Taiwan dan Korea Selatan, hingga akhirnya mampu menjadi negara maju atau keluar dari middle income trap.

“Nah Indonesia tantangannya mungkin juga harus mesti lihat kenapa negara-negara yang berhenti di middle income, biasanya ya tadi quality dari policy regulasinya banyak negara besar di Latin Amerika, seperti Meksiko, Brasil itu comparable dari size populasinya gede, negaranya juga besar atau seperti South Africa juga,” ucap Sri Mulyani.

“Di sini letaknya dari satu saja Bu Casytha tadi menyampaikan masalah tekstil,” ungkapnya.

Sri Mulyani pun mengakui, persoalan koordinasi kebijakan itu akhirnya menjadi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi hingga mampu menjadi negara maju dengan realita di lapangan juga terjadi kesejahteraan itu. Makanya, ia memastikan koordinasi kebijakan akan terus dilakukan supaya di satu sisi ekonomi tumbuh baik namun kesejahteraan bagi masyarakat betul-betul terjadi hingga PHK dan perusahaan tutup tak kembali terjadi.

“Kami juga menyadari makanya koordinasi kami dengan perdagangan, dengan industri dan kita sendiri karena teman2 bea cukai kan yang harus eksekusi yang tadi disampaikan bu Casytha. Kalau kita mau relaksasi terutama untuk impor yang merupakan bahan baku untuk bisa diekspor sehingga bisa seimbang,” tutur Sri Mulyani.

Ia pun memastikan, selain perbaikan koordinasi kebijakan untuk menjaga iklim ekonomi yang baik di tengah-tengah masyarakat, APBN juga akan terus digunakan sebagai alat untuk mensejahterakannya, selain untuk mendorong penciptaan lapangan kerja juga untuk menjaga daya beli mereka.

“Kami jelas dari APBN tugas kita adalah pertama mendukung kenaikan produktivitas karena seperti disampaikan kenaikan kesejahteraan masyarakat dari sisi upah dan lain-lain juga harus ditunjang dengan produktivitas yang naik sehingga kenaikan itu sustainable, tidak kenaikan yang timbulkan inflasi yang gerus daya beli mereka juga, dan kebijakan fiskal juga kita terus dukung bangun competitiveness termasuk buat kawasan ekonomi khusus, fiskal insentif, dan lain-lain, sehingga kita juga setuju,” ucap Sri Mulyani.

Sumber: CNBC

Artikel ini telah dibaca 17 kali

Baca Lainnya

HUT ke-79 RI, Anies: Momen untuk Merenungi Arti Kebebasan dan Tanggung Jawab

17 Agustus 2024 - 10:06

Kisah Cinta Anies Baswedan Diangkat Jadi Film Senyum Manies Love Story

6 Juli 2024 - 12:07

Umat Kristiani Bangga Anies Baswedan Perhatikan Umat Minoritas di Jakarta

1 Juli 2024 - 09:55

Gagasan Perubahan Anies Baswedan Diwujudkan dalam Bentuk Yayasan

1 Juli 2024 - 07:57

Pusat Data Nasional Lumpuh Dibobol Hacker, Dulu Pernah Diingatkan Anies Saat Debat Capres

25 Juni 2024 - 06:22

Anies Tak Bisa Hadiri Undangan Komisi X DPR Bahas Biaya Pendidikan, Bakal Beri Penjelasan Tertulis

22 Juni 2024 - 01:14

Trending di Nasional