ABWNEWS – Ketidaknetralan Presiden Joko Widodo dan kontroversi pencalonan putranya Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024 dinilai telah membuat malu Indonesia di tingkat dunia. Apalagi isu ini sampai diangkat dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada Selasa, 12 Maret 2024.
“Kalau bagi saya sih, itu memalukan kita,” jelas anggota DPD RI KH Muhammad Nuh saat dihubungi KBA News melalui sambungan telepon selulernya, Sabtu, 16 Maret 2024.
Apalagi lanjutnya, dalam sidang Komite HAM PBB itu perwakilan Indonesia tidak menjawab kedua isu yang diangkat tersebut. Meskipun, dia tidak kaget delegasi Indonesia tidak memberikan respons.
“Perwakilan kita tidak bisa menjawab karena realitasnya begitu,” ucap senator dari daerah pemilihan Sumatera Utara ini.
Lebih jauh politikus yang juga pendidik dan tokoh agama ini mengungkap, inilah akibatnya kalau persoalan domestik tidak diselesaikan dengan baik. Akhirnya menjadi sorotan dunia.
“Sebenarnya ini yang kita khawatirkan. Ketika kita enggak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi di dalam negeri, akhirnya menjadi bola liar ke luar,” tegasnya.
Karena itu dia berharap para elite politik dan pejabat pemerintahan untuk introspeksi dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan. Agar kekisruhan dan berbagai persoalan pada Pemilu 2024, sampai ada yang menganggap sebagai pemilu paling brutal, tidak terulang lagi ke depan.
“Jadi kalau saya sih berharap, ini yang terakhir lah. Mudah-mudahan ke depan tidak semakin bobrok negeri ini dari segi demokrasi, penegakan HAM, dan lain sebagainya,” tandasnya.
Sebelumnya dalam Sidang Komite HAM PBB di Jenewa, Swiss, Selasa kemarin, anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Jokowi dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024
Sidang tersebut dihadiri perwakilan negara anggota Komite HAM PBB termasuk Indonesia. Pembahasan seputar isu HAM terbaru di sejumlah negara dibahas di forum itu dengan sesi tanya jawab antara masing-masing anggota komite HAM PBB kepada perwakilan negara yang dibahas.
Bacre Waly Ndiaye, anggota Komite HAM PBB dari Senegal, melontarkan sejumlah pertanyaan terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024.
Dia memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan syarat usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden.
“Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan,” kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV.
Dia menambahkan, “Apa langkah-langkah diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tidak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?”
Tak berhenti di situ, Ndiaye juga bertanya apakah Pemerintah sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut.
Perwakilan Indonesia yang dipimpin Dirjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan itu. Saat sesi menjawab, delegasi Indonesia justru menjawab pertanyaan-pertanyaan lain.
Beberapa isu yang dijawab Indonesia tentang dugaan pengerahan militer ke Papua, kebebasan beragama, kasus Panji Gumilang, hingga kasus Haris-Fathia. Delegasi Indonesia juga menjawab soal hak politik orang asli Papua yang ditanyakan Ndiaye bersamaan dengan kasus pencalonan Gibran. (kba)