ABWNEWS – Harga beras yang terus merangkak naik makin memberatkan masyarakat. Ironisnya, kenaikan harga beras terjadi di saat pemerintah gencar bagi-bagi bantuan sosial (bansos) pangan beras jelang Pemilu 2024 lalu hingga saat ini.
Demi mendapatkan beras murah, rakyat pun rela antre berjam-jam saat operasi pasar. Pemandangan tersebut dapat disaksikan akhir-akhir ini di beberapa daerah yang menggelar operasi pasar pangan beras.
Namun sayangnya, bansos pangan beras dan operasi pasar tidak berhasil menurunkan harga beras yang sudah terlanjur bergerak liar. Pemerintah pun sibuk membela diri bahwa bansos beras dan operasi pasar telah membantu mengendalikan harga beras, meski faktanya di lapangan tidak demikian.
Pengamat kebijakan publik Muhammad Said Didu menyebut Menkeu Sri Mulyani harus ikut bertanggung jawab atas kecurangan Pemilu yang disebabkan oleh pembagian bansos.
“Pertama, peningkatan dan pengalihan dana lain menjadi dana Bansos tanpa persetujuan DPR. Kedua, dicairkan bukan pada waktunya, dan ketiga tidak melibatkan menteri sosial (Mensos) sebagai Pengguna Anggaran,” tulis Said Didu dalam medsos X (dulu Twitter) seperti dikutip KBA News, Kamis, 22 Februari 2024.
“Kalau KPK atau BPK berfungsi, mestinya penyalahgunaan wewenang begini masuk kategori menguntungkan beberapa pihak dan bisa diadili. DPR bisa minta BPK, kalau KPK harus ada yang mengadu,” katanya.
Sementara itu, pedagang besar mengaku sejak November 2023 bisnis mereka berhenti karena tidak ada kelebihan beras malah kekurangan. Hal ini karena beras impor langsung untuk Bansos dan petani banyak gagal panen karena masalah pupuk petani yang mahal dan kurang.
“Beras di lapangan kurang sehingga harga terus naik,” ujar seorang pedagang besar.
Kondisi itu dirasakan pula oleh seorang warga yang mengaku susah mencari beras kualitas IR III di pasar. Kalaupun ada, harganya sudah di atas Rp 18.000 per kilogram. Sementara kalapun ada yang jual Rp 12.000 kualitasnya bau karung.
Beras bukan saja menjadi komoditas pangan, tapi sudah menjadi buruan untuk meningkatkan elektoral pada Pemilu 2024. Akibatnya, pasokan ke pasar dan ritel minim. Sekarang ini pemerintah bingung mau menutupnya dari mana karena konsumsi rata-rata nasional tidak akan berkurang.
Sementara itu, produktivitas pertanian minim. Jika nanti musim panen raya pada pertengahan Maret mendatang pemerintah tidak optimal menyerap hasil panen maka yang terjadi memasuki Ramadan dan Idul Fitri, maka harga terus terbang.
Solusi jangka pendek untuk meningkatkan pasokan besar yang diambil pemerintah ujung-ujungnya adalah importasi. Impor beras di satu sisi akan menambah pasokan di pasar, tapi di sisi lain akan memukul harga beras yang dihasilkan petani. Masalah selanjutnya adalah petani kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya mereka nikmati.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mendesak pemerintah untuk membuka data penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP), baik yang digunakan untuk bantuan pangan beras maupun yang digelontorkan langsung ke masyarakat. Desakan ini menyusul tingginya harga beras dan kelangkaan beras di pasar.
Keterbukaan pemerintah soal data beras menjadi langkah awal untuk memperbaiki distribusi beras. Data beras dari pemerintah itu penting, untuk bisa melihat berapa banyak beras yang digelontorkan untuk Bansos dan ada berapa banyak beras yang didistribusikan ke pasar. “Sehingga kita cek kenapa harga masih tinggi,” ucapnya.
Harga beras di pasar saat ini masih di atas Harga Eceran Tertinggi atau HET. Padahal, pemerintah telah menyalurkan bantuan pangan beras dan sekaligus menggerojok beras stabilisasi pasokan harga pasar (SPHP) ke pasar dan toko ritel.
Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023, HET beras medium dipatok di kisaran Rp 10.900-14.800 per kg dan HET beras premium di kisaran Rp 13.900-14.800 per kg, tergantung zona masing-masing.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan bantuan sosial (bansos) pangan beras yang diberikan pemerintah kepada masyarakat membantu dalam pengendalian harga beras di pasar.
“Tidak ada hubungannya sama sekali (kenaikan harga beras) dengan bantuan beras. Karena justru ini (bansos pangan) yang bisa mengendalikan, karena suplainya lewat bansos ke masyarakat,” kata Jokowi usai meninjau stok beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2024.
Rajin Bagikan Bansos
Pemerintahan Presiden Jokowi rajin membagikan bansos sepanjang 2023. Anggaran perlindungan sosial (perlinsos) selama 2023 mencapai Rp 443,4 triliun. Rinciannya, penyaluran bantuan program keluarga harapan (PKH) Rp 28,1 triliun untuk 9,9 juta keluarga, hingga bantuan kartu sembako Rp 44,5 triliun untuk 18,7 juta keluarga penerima manfaat.
Selain itu juga ada bantuan langsung tunai (BLT) El Nino sebesar Rp 7,5 triliun untuk 18,6 juta keluarga. Selanjutnya, bantuan bentuk subsidi BBM Rp 21,3 triliun, subsidi listrik Rp 68,7 triliun, subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) Rp 40,9 triliun, dan bantuan pangan Rp 7,8 triliun untuk 21,3 juta keluarga.
Pada 2024, Jokowi kembali meluncurkan bantuan langsung tunai (BLT) dengan besaran Rp 200 ribu per bulan untuk Februari-April 2024. BLT tersebut akan diberikan kepada 18,8 juta keluarga miskin.
Sementara Badan Pangan Nasional (Bapanas) menargetkan dapat menyalurkan sebanyak 440 ribu ton beras pada dua bulan pertama di 2024 yakni Januari hingga Februari. Berdasarkan data Bapanas, realisasi penyaluran bantuan sosial pangan beras 10 kilogram mencapai 185 ribu ton hingga 7 Februari 2024.
Bantuan pangan beras kembali disalurkan setelah sebelumnya sempat dihentikan sementara pada 8-14 Februari 2024 karena pelaksanaan Pemilu.
Bantuan pangan beras ini sudah dilakukan sejak awal 2023, dan dilanjutkan pada tahun ini. Penyaluran bansos beras 10 kg per bulan sudah mulai digelontorkan sejak Januari 2024 dan akan terus berlangsung hingga Maret 2024.
Bansos ini diperuntukkan bagi 22 juta KPM di seluruh Indonesia berdasarkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).(kba)