Menu

Mode Gelap

Hukum · 23 Apr 2024

Hakim MK Saldi Isra: Saya Temukan Masalah Netralitas Pj dan Pengerahan Kades


 Hakim Saldi Isra tunjukkan peta perjalanan Presiden Joko Widodo, Jumat (5/4/2024).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan Perbesar

Hakim Saldi Isra tunjukkan peta perjalanan Presiden Joko Widodo, Jumat (5/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

ABWNEWS – Hakim Konstitusi Saldi Isra meyakini adanya ketidaknetralan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Ini disampaikan Saldi dalam dissenting opinion atau pendapat hukum berbeda terhadap putusan atas gugatan atau permohonan yang diajukan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).

Saldi bersama Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat menyatakan perbedaan pendapat. Sementara, hakim lainnya Suhartoyo, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani memiliki satu pendapat, yakni menolak gugatan.

“Setelah membaca keterangan Bawaslu dan fakta yang terungkap di persidangan serta mencermati alat bukti para pihak secara saksama, saya menemukan bahwa terdapat masalah netralitas Pj kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi,” kata Saldi Isra membacakan pendapat berbedanya, Senin (22/4).

Pj Kepala Daerah yang tidak netral, lanjut Saldi, tersebar di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.

Ketidaknetralan Pj itu berupa pergerakan ASN, mengalokasikan sebagian dana desa sebagai dana kampanye, ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang memiliki komitmen jelas untuk kelanjutan IKN, pembagian bantuan sosial atau bantuan lain kepada para pemilih dengan menggunakan kantong yang identik dengan identitas pasangan calon tertentu.

Bentuk lain adalah penyelenggaraan kegiatan massal dengan mengenakan baju dan kostum yang menonjolkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu, pemasangan alat peraga kampanye (APK) di kantor-kantor pemerintah daerah, serta ajakan untuk memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah.

“Selain soal netralitas Pj. kepala daerah, terungkap juga sebagai fakta di persidangan adanya pengerahan atau mobilisasi kepala desa, antara lain, seperti di Jakarta dan Jawa Tengah,” tambah Saldi Isra.

Saldi menambahkan, bahwa berbagai bentuk ketidaknetralan Pj. tersebut telah dilaporkan kepada Bawaslu dan Komisi dan Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagainya bukti.

“Terhadap laporan yang terbukti tersebut, Bawaslu telah merekomendasikan kepada instansi terkait, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), untuk ditindaklanjuti karena terbukti melanggar peraturan perundang-undangan lainnya,” ungkap Saldi.

Bukti Dasar Ketidaknetralan

Dasar penilaian ketidaknetralan oleh Saldi Isra tersebut adalah rilis KASN pada Desember 2023. Pada temuan itu menunjukkan bahwa sebagian Pj. kepala daerah dinilai belum optimal dalam mengawal netralitas ASN. Salah satu penyebab utamanya adalah intervensi politik sehingga membuat ASN melanggar netralitas.

Sementara itu, lanjut Saldi, sebagian laporan yang disampaikan kepada Bawaslu dinilai tidak terbukti karena tidak memenuhi syarat formil atau materil. Namun, bagi dia, Bawaslu tidak memberitahukan kekurangan persyaratan yang dimaksud.

“Hal demikian sebenarnya dapat dipandang sebagai cara Bawaslu menghindar untuk memeriksa substansi laporan yang berkenaan dengan pelanggaran Pemilu,” jelas Saldi Isra.

“Meskipun demikian, saya berkeyakinan bahwa telah terjadi ketidaknetralan sebagian Pj. kepala daerah termasuk perangkat daerah yang menyebabkan pemilu tidak berlangsung secara jujur dan adil. Semuanya ini bermuara pada tidak terselenggaranya pemilu yang berintegritas,” imbuh dia.

“Pengisian Pj. kepala daerah telah direncanakan dan diatur jauh sebelum penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Saldi Isra dalam kesimpulannya.

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon sepanjang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas,” pungkasnya.

Sumber: kumparan

Artikel ini telah dibaca 117 kali

Baca Lainnya

MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada, Anies dan PDI-P Bisa Maju di Jakarta

20 Agustus 2024 - 08:16

Hasto Dipolisikan hingga Dipanggil KPK, Usman Hamid: Jokowi Jadikan Hukum Sebagai Alat Meredam Kritik

12 Juni 2024 - 00:35

KPK Klaim Sudah Tahu Posisi Harun Masiku: Dalam Satu Minggu Ketangkap!

11 Juni 2024 - 11:49

Kasus Vina Cirebon, Hotman Paris Duga Ada Pengaruh Besar Oknum Aparat

18 Mei 2024 - 07:15

Ratusan Miliar Rupiah Uang Parkir Liar di Jakarta Diduga Mengalir ke Ormas hingga Oknum Aparat

17 Mei 2024 - 07:07

Pejabat Kementerian Perhubungan Dilaporkan Istrinya karena Injak Alquran

17 Mei 2024 - 03:21

Trending di Hukum