ABWNEWS.CO – Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membeberkan bahwasanya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Ormas Keagamaan di Indonesia akan mendapatkan jatah tambang batu bara bekas penciutan lahan milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik Bakrie Grup.
“Mereka (NU) mengajukan permohonan untuk kiranya bisa diberikan kesempatan dalam mengelola tambang sesuai aturan. Dan kita sudah memutuskan PBNU akan mengelola eks PKP2B dari KPC,” terang Bahlil usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Selasa (11/6/2024).
Yang terang, kata Bahlil, pemerintah tetap akan memutuskan apakah NU sanggup untuk mengelola tambang eks KPC itu.
Pihaknya tetap akan memverifikasi dengan syarat yang ketat. Seperti pembentukan badan usaha yang kemudian kepemilikan badan usaha.
Hal itu sebagai cara supata tambang batu bara tersebut tidak disalah gunakan hingga dipindah tangankan.
“Pengelolaannya harus profesional, harus betul-betul bisa memberikan income kepada badan usaha milik organisasi,” tandas Bahlil.
Lantas, berapa luas penciutan lahan KPC?
Sebagaimana diketahui, saat ini KPC memegang status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari yang sebelumnya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Perubahan status itu sejak pemerintah resmi memperpanjang kontrak KPC pada tahun 2021 lalu.
Saat statusnya masih berupa PKP2B, KPC tercatat memiliki luas wilayah sebesar 84.938 hektare (ha) dengan produksi batu bara mencapai sekitar 61 juta – 62 juta ton.
Sedangkan, melansir Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, KPC memiliki luas wilayah pertambangan sebesar 61.543 ha yang berlaku hingga 31 Desember 2031.
Jika dilihat dari itu, artinya ada pengurangan 23.395 hektare wilayah pertambangan.
Aturan Penciutan Wilayah
Pada tahun 2021 lalu, KPC mendapatkan izin perpanjangan dari sebelumnya menyandang status PKP2B menjadi IUPK.
Pemberian perpanjangan IUPK sejatinya dibarengi dengan penciutan wilayah yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 144 ayat 1 disebutkan, bahwa WIUP atau WIUPK dapat dilakukan penciutan sebagian wilayah berdasarkan: a. Permohonan yang diajukan oleh pemegang IUP dan IUPK kepada Menteri atau, b. hasil evaluasi menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Poin 2: WIUP atau WIUPK dapat dilakukan pengembalian seluruh wilayah berdasarkan permohonan pemegang IUP dan IUPK kepada menteri.
Adapun Poin 3: Penciutan sebagian wilayah WIUP atau WIUPK berdasarkan hasil evaluasi menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan terhadap:
a. IUP tahap kegiatan Eksplorasi yang mengajukan peningkatan tahap kegiatan operasi Produksi; dan b. IUPK tahap kegiatan Eksplorasi yang mengajukan rencana pengembangan seluruh wilayah sebagai syarat peningkatan tahap kegiatan operasi Produksi.
Sementara di Pasal 145 disebutkan: Pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi dapat mengajukan permohonan penciutan sebagian atau pengembalian seluruh WIUP dan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal I44 ayat (1) huruf a dan ayat (2) kepada Menteri.
“Pemegang IUP pada tahap kegiatan Eksplorasi yang luas wilayahnya melebihi batas maksimal WIUP Operasi Produksi dalam mengajukan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi harus mengajukan permohonan penciutan sebagian WIUP kepada Menteri bersamaan dengan permohonan peningkatan tahap kegiatan operasi Produksi,” terang Pasal 145 poin 2.
Dan poin 3: Dalam hal terdapat lahan terganggu pada sebagian WIUP dan WIUPK yang akan diciutkan atau seluruh WIUP dan WIUPK yang akan dikembalikan sebagaimana dimaksud pada- ayat (1), pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan Reklamasi hingga memenuhi tingkat keberhasilan 100% (seratus persen).
Sumber: CNBC